Kalimantan
Selatan atau disingkat Kalsel merupakan salah satu provinsi yang terletak di
Pulau Kalimantan dengan ibu kotanya adalah Banjarmasin. Secara administrasi
wilayah Provinsi Kalimantan Selatan terdiri atas 11 kabupaten dan 2 kota.
Provinsi Kalimantan Selatan memiliki luas pulau 37.530,52 km² dengan
populasi hampir 4,2 juta jiwa pada tahun 2019 (BPS Kalsel). Di masing-masing
daerahnya, terdapat sungai-sungai yang digunakan untuk kegiatan perekonomian
masyarakat jangkauan jalur perdagangannya mulai dari Pulau Jawa, Bali,
Sulawesi, hingga beberapa negara di Asia Pasifik Hal ini membuat Kalimantan
Selatan memiliki akses perdagangan barang dan jasa yang strategis. Selain itu,
wilayah ini juga kaya akan sumber daya alam, khususnya hasil tambang.
Produk
Domestik Regional Bruto (PRDB) Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2019
menyentuh angka Rp 180,7 triliun. Angka itu meningkat jika dibandingkan dengan
PRDB tahun 2018 sebesar Rp 171,9 triliun. Adapun PRDB per kapita provinsi ini
sebesar Rp 41 juta per tahun. Dalam skala regional Pulau Kalimantan, Provinsi
Kalimantan Selatan menyumbang nilai tambah PDRB Kalimantan hampir 14 persen
pada tahun 2019. Laju pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan cenderung
berfluktuasi dalam satu dekade terakhir. Setelah naik pada tahun 2013–2016,
pertumbuhan ekonomi kemudian melambat pada tahun 2018–2019. Pada tahun 2019,
pertumbuhan ekonomi Kalsel sebesar 4,08 persen, di bawah rata-rata nasional
5,02 persen.
Data
Badan Pusat Statistik (BPS) daerah Provinsi Kalimantan Selatan pada 2019
menunjukkan sektor pertambangan dan penggalian sebagai penopang utama
ekonominya. Untuk sektor pertambangan dan penggalian, kontribusinya terhadap
PDRB Kalsel cenderung menurun dalam empat tahun terakhir, dari 22,84 persen
tahun 2015 menjadi 18,72 persen pada tahun 2019. Sektor pertambangan menyerap
tenaga kerja 3,90 persen pada tahun 2019. Pertambangan di Kalsel didominasi
batu bara, di samping minyak bumi, emas, intan, kaloin, marmer, dan
batu-batuan.
Kontribusi PDRB lainnya disumbang sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 14,36% sedangkan yang lainnya seperti sektor industri pengolahan sebesar 13,63%, sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 10,6%. Hasil utama dari sektor pertanian di Kalsel antara lain padi, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar. Sedangkan buah-buahan terdiri dari jeruk, pepaya, pisang, durian, rambutan, dan langsat. Adapun potensi di sektor perkebunan di Kalsel antara lain kelapa sawit dan karet. Luas perkebunan kelapa sawit mencapai 423 ribu hektar dengan hampir 20 persen merupakan perkebunan rakyat. Sedangkan luas perkebunan karet mencapai 271.000 hektar pada tahun 2018.
Dari hasil analisis Tipologi Klassen, terdapat dua kabupaten yang termasuk dalam kategori daerah relatif tertinggal, yaitu Kabupaten Tapin dan Kabupaten Balangan. Daerah pusat pertumbuhan di Kalimantan Selatan hanya Kota Banjarmasin karena ditopang oleh kegiatan-kegiatan ekonomi sekunder (industri pengolahan) dan tersier (Jasa keuangan dan asuransi; dan Perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor). Adapun untuk daerah berkembang terdapat pada Kota Banjarbaru, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, dan Kabupaten Barito Kuala. Dan untuk daerah maju tapi tertekan terdapat pada di Kabupaten Banjar, Kotabaru, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Tabalong.
Kabupaten yang memiliki ketergantungan besar terhadap pertambangan batubara berada pada kuadran 2 (daerah maju tetapi tertekan) dan kuadran 4 (daerah relatif tertinggal) berdasarkan hasil Tipologi Klassen. Sedangkan Kabupaten yang tidak bergantung kepada batubara masuk ke kuadran 1 (daerah maju dan tumbuh pesat) serta kuadran 3 (daerah berkembang cepat/potensial). Hal tersebut menjadi indikasi untuk kabupaten/kota di Kalimantan Selatan yang akan meningkatan potensi ekonominya disarankan untuk fokus ke selain kategori pertambangan dan penggalian. Selain karena tidak semua kabupaten/kota memiliki SDA pertambangan juga karena beberapa kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan yang bergantung pada kategori pertambangan dan penggalian masuk ke daerah maju tetapi tertekan perekonomiannya.
Ketimpangan
yang menurun menjadi salah satu jalur untuk mewujudkan tujuan pembangunan
nasional, yaitu memeratakan hasilhasil pembangunan kepada seluruh penduduk
indonesia. Salah satu medianya adalah dengan berusaha mewujudkan pembangunan
yang inklusif. Sejauh ini, berdasarkan pantauan dari indikator yang dikompilasi
dari data sekunder dan survei yang ada, menunjukkan bahwa ketimpangan tersebut
dalam periode lima tahun belakangan terus menyempit.
Suatu indikator yang dapat memberikan indikasi
tentang adanya kesenjangan adalah indeks Williamson. Indeks ini mirip dengan
koefisien variasi. Semakin kecil angka indeksnya menunjukkan adanya ketimpangan
atau kesenjangan yang menurun. Berdasarkan series Indeks Williamson provinsi
Kalimantan Selatan, terlihat bahwa indeks Williamson turun dari 0,446 pada
tahun 2015 menjadi 0,397 pada tahun 2019. Kabupaten/kota yang memiliki
kontribusi ekonomi relatif kecil terhadap perekonomian provinsi mencapai
tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih cepat dibandingkan daerah yang
kontribusinya besar, dan sebaliknya. Situasi tersebut berdampak pada
membesarnya share PDRB kabupaten/kota tersebut, sehingga berpotensi
mempersempit ketimpangan.
Pemerintah Provinsi Kalimantan
Selatan diharapkan dapat melaksanakan pembangunan secara merata untuk
setiap kabupaten/kota agar tercipta kesejahteraan secara menyeluruh bagi
masyarakat Kalimantan Selatan. Pemerintah kabupaten/kota juga diharapkan
dapat meningkatkan potensi ekonomi
daerah melalui peningkatan PDRB perkapita agar ketimpangan pembangunan
yang terjadi dapat teratasi.