Indeks atau indikator
merupakan sarana yang digunakan untuk mereduksi banyaknya data dan informasi
sehingga menjadi bentuk yang paling sederhana namun esensinya tetap dapat
dipertahankan. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) merupakan gambaran atau
indikasi awal yang memberikan kesimpulan cepat tentang suatu kondisi dan mutu lingkungan
hidup pada ruang dan periode tertentu.
Unit analisis
terkecil dalam IKLH Nasional adalah Provinsi. Dalam konteks ini para pihak di
tingkat provinsi terutama Pemerintah Provinsi dapat menjadikan IKLH sebagai
titik referensi untuk menuju angka ideal yaitu 100. Semakin rendah dari nilai
100, semakin besar upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
harus dilakukan. Bila IKLH Provinsi berada di bawah Nasional (atau lebih
kecil), berarti provinsi bersangkutan harus berupaya mengakselerasi dan
memperkuat perbaikan kualitas lingkungan hidupnya.
Adapun indeks kualitas lingkungan
hidup di Kalsel cukup memprihatinkan karena berada di urutan 21 dari 34
provinsi di Indonesia dengan nilai 68.78. Idealnya indeks kualitas lingkungan
hidup tersebut di angka 68.
Tabel Indeks Kualitas Lingkungan Hidup di Indonesia Tahun 2018
Akhirnya, Pemprov Kalsel memasang target pada 2019 IKLH harus naik paling tidak 66.16 (RPPLH 2017 2046) atau 68.5 (RPJMN).
Penyebab rendahnya nilai Indeks kualitas
lingkungan hidup di kalsel rendah, karena disebabkan oleh nilai indeks kualitas
tutupan lahan yang ada di Kalimantan Selatan sangat memprihatinkan yaitu sebesar
49.29 atau dapat dikatakan sangat kurang baik.
Maka dari itu peran pemerintah Kalimantan
Selatan seharusnya lebih memperhatikan kondisi lahan-lahan dengan mengadakan revolusi
hijau yang juga berguna untuk mengurangi Luas Lahan Kritis di Kalimantan
Selatan, luas lahan kritis menurut data BPDAS HL 2015 seluas 641 ribu Ha,
dengan target penanaman pertahun seluaS 35.000 ha.
Guna meningkatkan indeks kualitas
lingkungan hidup di Kalsel, yakni dengan meningkatkan intensitas penanaman
pohon, dengan luasan dan cakupan lahan yang akan ditanami. Masyarakat yang
menikah, siswa/siswi dengan program 1 anak 1 pohon, penghijauan (di luar
kawasan hutan) serta penanaman kanan-kiri jalan dan kawasan perkantoran. Selain
menanam dan menanam kita juga buatkan payung hukum untuk revolusi hijau. Jangan
setelah menanam kita tinggalkan, setidaknya kita rawat bersama.