Dalam
UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat (1) dinyatakan bahwa perkawinan hanya
diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan
pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
Kenyataannya
masih terdapat perkawinan usia muda yang umumnya terjadi di daerah perdesaan Kalimantan Selatan terutama pada penduduk perempuan. Hasil SP2010 menunjukkan bahwa sekitar 45,63
persen pemuda berstatus belum kawin, sebesar 52,12 persen berstatus kawin dan
sisanya adalah mereka yang berstatus cerai hidup/mati, yaitu sebesar 2,25
persen.
Provinsi Kalimantan Selatan
menjadi provinsi dengan jumlah perkawinan anak tertinggi di Indonesia yaitu
39,53 persen (dari jumlah seluruh perkawinan), sementara Daerah Istimewa
Yogyakarta terendah dengan 11,07 persen. Data ini dihimpun oleh Badan
Pusat Statistik (BPS).
Angka perkawinan anak
Indonesia sendiri merupakan yang tertinggi ke-7 se-dunia dan yang tertinggi
ke-2 se ASEAN. Setelah Kalsel, empat provinsi lainnya dengan angka
perkawinan anak paling tinggi adalah Kalimantan Tengah (39,21 persen),
Kepulauan Bangka Belitung (37,19 persen), Sulawesi Barat (36,93 persen), dan
Sulawesi Tenggara (36,74 persen).
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa adanya perbedaan pola status perkawinan
antara pemuda laki-laki dan perempuan yang terjadi di provinsi Kalimantan Selatan. Persentase pemuda perempuan dengan
status kawin lebih tinggi dibandingkan dengan pemuda laki-laki (63,82 persen
berbanding 40,52 persen). Sebaliknya, persentase pemuda laki-laki yang belum
kawin (57,92 persen) lebih tinggi dibandingkan pemuda perempuan (33,23 persen).
Perbedaan kedua angka ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa perempuan
pada umumnya menikah di usia lebih muda dibandingkan dengan laki-laki.
Dampak dari pernikahan dini di usia anak akan menyebabkan berbagai dampak. Di antaranya yaitu stunting, anak kurang gizi, alat reproduksinya belum matang sehingga menyebabkan angka kematian ibu melahirkan tinggi, anak yang lahir nutrisinya kurang, dan lainnya. Ini nantinya akan menyebabkan terhadap kualitas anak dan masa depan anak.
Mengingat usia perempuan ketika
menikah belum matang, dan berpotensi menimbulkan komplikasi dan penyakit
lainnya
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun.
Menurut saya kenapa perempuan lebih banyak melakukan
perkawinan di Provinsi Kalimantan Selatan, karena untuk menolong kondisi
perekonomian keluarganya yang serba kekurangan serta kurangnya pendidikan di pelosok-pelosok daerah di Provinsi Kalimantan Selatan.
No comments:
Post a Comment