Monday 9 March 2020

Apakah Perempuan atau Laki-laki Yang Menyebabkan Kalsel Jadi Provinsi dengan Jumlah Perkawinan Anak Tertinggi di Indonesia?



Dalam UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat (1) dinyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

Kenyataannya masih terdapat perkawinan usia muda yang umumnya terjadi di daerah perdesaan Kalimantan Selatan terutama pada penduduk perempuan. Hasil SP2010 menunjukkan bahwa sekitar 45,63 persen pemuda berstatus belum kawin, sebesar 52,12 persen berstatus kawin dan sisanya adalah mereka yang berstatus cerai hidup/mati, yaitu sebesar 2,25 persen.

Provinsi Kalimantan Selatan menjadi provinsi dengan jumlah perkawinan anak tertinggi di Indonesia yaitu 39,53 persen (dari jumlah seluruh perkawinan), sementara Daerah Istimewa Yogyakarta terendah dengan 11,07 persen. Data ini dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Angka perkawinan anak Indonesia sendiri merupakan yang tertinggi ke-7 se-dunia dan yang tertinggi ke-2 se ASEAN. Setelah Kalsel, empat provinsi lainnya dengan angka perkawinan anak paling tinggi adalah Kalimantan Tengah (39,21 persen), Kepulauan Bangka Belitung (37,19 persen), Sulawesi Barat (36,93 persen), dan Sulawesi Tenggara (36,74 persen).




Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa adanya perbedaan pola status perkawinan antara pemuda laki-laki dan perempuan yang terjadi di provinsi Kalimantan Selatan. Persentase pemuda perempuan dengan status kawin lebih tinggi dibandingkan dengan pemuda laki-laki (63,82 persen berbanding 40,52 persen). Sebaliknya, persentase pemuda laki-laki yang belum kawin (57,92 persen) lebih tinggi dibandingkan pemuda perempuan (33,23 persen). Perbedaan kedua angka ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa perempuan pada umumnya menikah di usia lebih muda dibandingkan dengan laki-laki. 

Dampak dari pernikahan dini di usia anak akan menyebabkan berbagai dampak. Di antaranya yaitu stunting, anak kurang gizi, alat reproduksinya belum matang sehingga menyebabkan angka kematian ibu melahirkan tinggi, anak yang lahir nutrisinya kurang, dan lainnya. Ini nantinya akan menyebabkan terhadap kualitas anak dan masa depan anak. 

Mengingat usia perempuan ketika menikah belum matang, dan berpotensi menimbulkan komplikasi dan penyakit lainnya

Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun.

Menurut saya kenapa perempuan lebih banyak melakukan perkawinan di Provinsi Kalimantan Selatan, karena untuk menolong kondisi perekonomian keluarganya yang serba kekurangan serta kurangnya pendidikan di pelosok-pelosok daerah di Provinsi Kalimantan Selatan.



No comments:

Post a Comment